Bergaul dengan baterai litium (bagian 2)


Saat ini, LiCoO2 umum digunakan sebagai bahan katoda baterai litium ion, yang memiliki kapasitas energi secara teori sebesar 137 A h/kg. Walaupun demikian material komposit ini terbilang tidak stabil dan relatif mahal.
Logam Co termasuk logam yang sulit didapat, sehingga relatif mahal bila dibanding logam transisi lainnya, seperti Mn, Fe dan Ni. Selain itu, LiCoO2 tidaklah sestabil material katoda lainnya dan bisa mengalamai penurunan kualitas scr drastis bila terjadi pengisian ulang yang berlebihan [1]. Karena itu, diperlukan alternatif material katoda yang murah dan stabil.
Selama ini untuk meningkatkan kapasitas dari katoda baterai litium ion, yang digunakan pada laptop, dilakukan penggantian sebagian logam kobalt (Co) dengan logam mangan dan nikel (Li1(Co,Mn,Ni)1O2).
Komposisi ideal adalah seperti Li(Ni1/3Mn1/3Co1/3)O2 yang dilaporkan memiliki kapasitas dan mampu menghasilkan voltase yang lebih tinggi dibandingkan dengan LiCoO2 [2]. Bila logam Co diganti seluruhnya dengan logam Mn dan Ni, dapat meningkatkan kapasitas 30% dari sebelumnya. Namun apabila kandungan Ni tinggi dapat mengakibatkan masalah pada keamanan/safety. Sedangkan pada penggantian Co dengan Mn memang dapat meningkatkan voltase yg dihasilkan, namun berdampak pada penurunan kapasitas energi.
Material katoda lainnya yang menjanjikan adalah senyawa phosphate (LiMPO4). Contoh dari senyawa ini adalah LiFePO4. senyawa ini memiliki kestabilan yang baik pada temperature tinggi berbeda dengan Li(Ni1/3Mn1/3Co1/3)O2 yang mengalami penurunan kapasitas pada suhu yang tinggi  Selain itu karena menggunakan besi yang mudah dijumpai, LiFePO4 pun relatif lebih murah dibandingkan material katoda lainnya.
Senyawa phosphate lainnya adalah LiMnPO4 dan LiCoPO4. Material ini dilaporkan mampu menghasilkan voltase yang tinggi, yaitu masing-masing 4.1 dan 4.8 V [1], lebih tinggi dibandingkan LiFePO4 (3.5 V), namun sayangnya memiliki kapasitas energi yg rendah. Hal ini dapat diatasi dengan memadukan LiMnPO4 atau LiCoPO4 dengan LiFePO4, yang menghasilkan voltase (4 V) dan kapasitas energi yang cukup tinggi (150~200 Ah/kg). Campuran ini merupakan salah satu calon kuat bahan katoda baterai litium ion untuk mobil. Dengan tingginya voltase yang dihasilkan dapat mengurangi jumlah baterai yang dibutuhkan.
Separator

Separator adalah material berpori yang diletakkan diantara anoda dan katoda, yang dapat mencegah terjadinya gesekan antara kedua elektroda tersebut yang dapat menyebabkan arus pendek. Selain itu separator harus dapat dilewati oleh ion lithium dengan baik.
Tidak hanya sebagai pembatas antar elektroda, separator memiliki peranan penting dalam proses penghasilan listrik, pengisian ulang, dan tentunya keamanan pada baterai litium ion sendiri.
Polyolefin sangat umum digunakan sebagai bahan separator, khususnya pada laptop dan hp, karena tipis dan memiliki kestabilan elektrokimia yang baik. Polyolefin sendiri terdiri atas perpaduan antara polypropylene (sbg penyangga utama, backbone) dan polyethylene sebagai pelapis pada lubang/pori-pori.
Polyethylene memiliki sifat meleleh pada suhu diatas 120-130 oC. Apabila panas yang dihasilkan didalam baterai melewati ambang batas, polyethylene akan melelah dan menutup lubang pada separator, mengakibatkan proses perpindahan lithium ion berhenti. Sehingga separator memiliki fungsi utama dalam hal keamanan bila terjadi panas berlebihan.
Sisi negatifnya karena sifat diatas, polyolefin sulit digunakan pada baterai litium ion untuk mobil. Karena ukuran baterai mobil yang besar, memungkinkan terjadinya perubahan suhu yang tinggi secara drastis. Untuk mengatasi masalah tersebut, dilakukan pelapisan Al2O3 atau material keramik lainnya, pada permukaan separator. Sehingga walapun pada suhu tinggi, bentuk dari separator dapat terjaga [3].
Dapat disimpulkan, separator memiliki peranan penting, khususnya dalam masalah keamanan. Dan agar baterai litium ion bisa digunakan pada mobil, maka diperlukan separator yang kuat, tahan terhadap panas, dan tentunya mudah dilalui ion lithium.
Elektrolit
Elektrolit berfungsi sebagai penghantar ion litium dari anoda ke katoda dan begitu pula sebaliknya.
Salah satu jenis elektrolit adalah elektrolit cair. Sesuai dengan namanya elektrolit ini berbentuk cairan, dan pada umumnya mengandung Lithium Hexafluorophosphate (LiPF6) 1.0~1.2 M (mol/L). Untuk melarutkan LiPF6 diperlukan zat pelarut organik yang umumnya terdiri atas campuran senyawa karbonat.
Syarat-syarat zat pelarut organik ini agar bisa dipakai pada baterai litium ion, cukup banyak. Selain harus memiliki sifat fisiknya; bisa dipakai pada suhu -30~80 C, memiliki konduktivitas tinggi, dan viskositas yang rendah sehingga ion litium bisa berpindah dengan mudah, juga harus memiliki sifat kimiawi; stabil, tidak mudah terbakar, dan tidak berbahaya.
Dewasa ini zat pelarut organik yang banyak digunakan pada baterai litium, adalah campuran antara ethylene carbonate (EC) dan dimethyl carbonate (DMC). EC memiliki permitifitas relatif tertinggi (89.8 ) dibanding senyawa karbonat lainnya, namun memiliki viskositas yang cukup tinggi (1.90 cp). Sedangkan DMC berkebalikan dari dengan EC, memiliki viskositas yang rendah (0.59 cP), namun memiliki permitifitas relative yang rendah (3). Dengan mencampur kedua senyawa tersebut dapat melengkapi kekurangan masing-masing.
Selain elektronik cair, juga terdapat elektrolit padat, seperti keramik (inorganik), polimer organik, gel polimer. Elektrolit keramik memiliki karakteristik khusus yaitu semakin tinggi suhu, semakin tinggi konduktivitasnya sehingga cocok untuk aplikasi yang berkerja pada temperatur tinggi. Contoh dari elektrolit keramik inorganik adalah senyawa sulfide (seperti Li2S–P2S5), senyawa oksida (seperti (La,Li)TiO3), dan senyawa phosphate (LiAlGe(PO4)3).
Selain elektrolit keramik, ada juga polymer dan gel polimer. Diantara kedua jenis ini, gel polimerlah yang sudah diaplikasikan pada baterai litium ion, yang sering disebut baterai litium ion polimer. Baterai jenis ini bisa dijumpai pada laptop.
Gel polimer adalah elektrolit yang mengandung polimer 10-20% (berat). Jenis polimer yang umum digunakan adalah poly(vinylidene fluoride) yang dipadukan dengan Hexafluoropropylene, disingkat PVdF-HFP. Elektrolit gel polimer dapat menghambat terbentuknya kristal lithium berbentuk jarum pada anoda ketika pada kondisi kepadatan arus tinggi.
Konduktifitas dari berbagai jenis elektrolit padat ini bisa dilihat pada gambar dibawah ini.

Fig.1 Konduktifitas pada elektrolit inorganik dan polimer/gel polimer [4].
Sumbu vertikal pada gambar diatas menunjukkan konduktifitas ion. Semakin positif nilainya semakin tinggi konduktifitas ion dari elektrolit. Pada gambar diatas terlihat senyawa phosphate dan gel polymer (PVdF-HFP) memiliki konduktifitas ion tertinggi dibandingkan jenis elektrolit pada lainnya. Namun, elektrolit ini memiliki permasalahan yaitu pada kekuatan mekanik dan kompabilitas dengan elektroda.
Berbeda dengan elektrolit cair, elektrolit padat memiliki kelebihan bila dilihat dari aspek keamanan, realibility dan kemudahan dalam mendesign. Namun memiliki konduktivitas ion yang lebih rendah bila dibanding elektrolit cair. Pemilihan elektrolit untuk baterai litium ion sangat tergantung dari beberapa faktor seperti parameter operasi/penggunaan (voltase, suhu penggunaan) dan design baterai tersebut (fleksibel dan kuat).
Penutup
Demikian pemaparan singkat tentang perkembangan material pada bagian-bagian baterai lithium ion. Saat ini pun para ilmuwan berlomba untuk menemukan material yang mampu membuat baterai litium ion memiliki energi, voltase yang tinggi, dan aman dipakai. Bisa jadi apa yang dibahas disini menjadi kuno/lama di masa yang akan datang.
Diperkirakan di masa depan, kebutuhan akan baterai litium ion akan sangatlah tinggi, selain sebagai sumber energi pada kendaraan bermotor, juga diprediksi sebagai penyimpan energi yang dipadukan dengan energi terperbaharui seperti solar cell dan tenaga angin.
Referensi
[1] J. W Fergus, J. Power source 195 (2010) 939-954.
[2] S.G. Stewart et al, J. Electrochem. Soc. 155 (9) (2008) A664–A671.
[3] H.S Jeong et al, J. Power Source 2010, in press, doi:10.1016/j.jpowsour.2009.10.085
[4] J. W Fergus, J. Power Source 2010, in press, doi:10.1016/j.jpowsour.2010.01.076

Posting Komentar untuk "Bergaul dengan baterai litium (bagian 2)"